THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Rabu, 10 Oktober 2007

Review Zaman Bergerak Chapter 7

BAB 7 ISLAMISME VERSUS KOMUNISME?

Setelah bab 6 dibahas tentang masalah perpecahan di tubuh CSI/PSI dengan PKI/SI Merah, pada bab 7 akan dibahas tentang zaman pergerakan pasca bebasnya Haji Muhammad Misbach. Misbach bebas dari penjara Pekalongan 22 Agustus 1922, dengan kebebasannya disambut meriah oleh harian seperti Penggugah, Islam Bergerak atau Medan Muslimin. Reputasi dan nama besar sebagai salah satu pemimpin besar Sarekat Hindia, selain Cipto, meresahkan kalangan residen Belanda di Surakarta. Residen lalu memberi “peringatan” agar Misbach tidak melakukan upaya-upaya subversif. Kembali ke medan pergerakan, situasi berubah drastis akibat dari percekcokan antara CSI dengan PKI, sementara Sarekat Hindia telah tiada. Misbach lalu mengambil sikap untuk mengamati situasi terlebih dahulu, sebelum kembali ke medan perjuangan. Para pengikut Misbach, anggota SH Surakarta terpecah menjadi dua sepeninggal Misbach. Pertama kelompok harian Penggugah, dan mubalig SATV yang mengintegrasikan diri ke dalam Muhammadiyah. Muhammadiyah-SATV pimpinan Muhtar Bahuri, lebih mengutamakan pada perjungan pemberdayaan masyarakat di bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan menjauhi bidang politik praktis. Perubahan sikap kalangan mubalig SATV ini dicela oleh Islam Bergerak karena sikap Muhammadiyah menghindari politik praktis, mencerminkan hilangnya keradikalan. Padahal baik Islam Bergerak, Muhammadiyah atau organisasi berbasis Islam lainnya sedang meredefinisikan kembali esensi perjuangan dengan kewajiban untuk berpolitik praktis atau tidak. Tapi media-media tidak menghentikan tekanannya kepada Muhammadiyah, menyebutnya M.D. (mundur dari) dan mencap Muhammadiyah mengkhianati perjuangan melawan kapitalisme dan imperialisme. Untuk mengatasi serangan-serangan frontal dari media, Muhammadiyah mengadakan kup dengan menangkapi para redaktur harian Medan Muslimin, Islam Bergerak. Tetapi kembalinya Misbach, berhasil merebut kembali kendali di kedua harian yang didirikannya itu. Serangan kepada MD makin frontal dengan penyebutan “munafik” oleh Misbach di kedua media itu. Kritik Misbach terus berlanjut, kali ini nama “tukang fitnah yang jauh lebih keji daripada kaum kapitalis/imperialis pimpinan Belanda”. Konfrontasi antara Misbach versus Muhammadiyah terus memuncak, dengan keengganan Misbach mengirim delegasi ke forum Al-Islam yang digagas oleh para pemimpin CSI/PSI, Cokroaminoto, dan Agus Salim. Melihat gelagat semakin tidak bersahabat, akhirnya anggota Muhammadiyah yang bergabung dengan Medan Muslimin dan Islam Bergerak memutuskan untuk keluar dari kedua media pimpinan Misbach. Dengan keluarnya para anggota Muhammadiyah, Misbach mengambil sikap untuk meninggalkan CSI/PSI pimpinan Cokro dan Agus Salim, lalu bergabung sebagai propagandis PKI/SI Merah di bawah komando Semaun dan Darsono. Segera setelah bergabung, Misbach lantang menyerang kaum CSI/PSI karena tidak tegas bersikap terhadap “setan” imperialis/kapitalis Belanda. Meski terlihat sangat radikal, tapi dalam kenyatannya ajaran Misbach untuk berjuang ini tidak terlalu membuat kehebohan seperti dulu. Hal ini dikarenakan pengawasan ketat dari pihak Belanda untuk memonitor semua gerak-gerik Misbach dan anak buahnya. Jadi Surakarta, meski Misbach telah kembali, tetap tenang-tenang saja. Keterbatasan gerak memang mempersempit langkah Misbach, tetapi segala sesuatu berubah drastis ketika dia mendekati para buruh VSTP yang bagai “rumput kering di musim panas”. Peristiwa penghancuran VSTP ditandai pemecatan massal buruh-buruh yang tergabung VSTP, membuat mereka sangat bersemangat mengikuti ajaran Misbach. Perusakan fasilitas umum oleh oknum misterius menjadi tanda tanya, karena Misbach telah mewanti-wanti untuk tidak melakukan anarki. Akhirnya PKI afdeeling Surakarta pimpinan Misbach berdiri, dan seperti diduga perkembangannya lambat karena pengawasan residen terhadap tokoh-tokohnya. Tidak habis akal, Misbach meluaskan tur propagandanya ke daerah Vorstenlanden, seperti Yogya, Madiun dll., sehingga sulit bagi residen untuk terus mengikuti jejaknya. Propaganda yang dilancarkan kepada para buruh VSTP sukses besar dan menjadikan dia pemimpin besar PKI di Vorstenlanden. Dominasi besar Misbach terhadap Surakarta dan Vorstenladen, justru meresahkan hoofdebestuur PKI di Batavia. Penyebabnya fundamental sekali, yaitu perbedaan ideologi antara Misbach dengan pimpinan pusat macam Darsono. Pemahaman tafsir Misbach terhadap komunisme yang merupakan bentuk fisabililah telah melintasi batas-batas keagamaan, khususnya Islam. Singkatnya Islam juga mengajarkan komunisme yaitu melawan setan-setan(imperialis Belanda) dan kaum munafik(CSI/PSI). Sedangkan Darsono penganut paham internasional Marxisme dan berpendapat masalah komunis murni tentang perjuangan buruh dan kelas sosial, serta konsep revolusi proletar. Walau berbeda pemahaman soal komunis, tidak ada yang dapat dilakukan hoofdebestuur di Batavia, mengingat Misbach semakin meluaskan pengaruhnya dari hari ke hari. Besarnya pengaruh Misbach menimbulkan multi-interpretasi tentang ajarannya. Muncullah perusakan-perusakan fasilitas umum, seperti lepasnya kereta dari relnya, pelemparan bom ke mobil-mobil dan gedung milik Belanda. Puncaknya ketika terjadi pembakaran dan pelemparan bom saat Sekaten. Pelaku dari semua anarki ini misterius, dan polisi tidak berani bertindak. Tapi residen langsung berkonspirasi untuk membuat teori pelakunya adalah Misbach, dan karena itu ia bisa dikenakan hukum dibuang ke luar Hindia, menurut pasal 47 Regeering Reglement. Meski belum jelas kebenarannya, akhirnya hanya Misbach seorang diri yang dikenai hukuman, yaitu dibuang ke Manokwari. Dibuangnya Misbach secara telak memukul pergerakan PKI di Surakarta, sehingga keberadaan PKI semakin tidak jelas, karena para pemimpinnya ditangkapi residen Belanda. Selama di Manokwari, Misbach rajin menulis soal pergulatan dialektikanya tentang komunis dan ajaran Islam. Tulisan-tulisannya tetap dimuat di Medan Muslimin yang tetap eksis. Semakin jelas kalau Misbach menemukan korelasi kuat antara Islam dan komunisme. Tapi, akibat dari penyakit malaria, akhirnya ia meninggal di Manokwari 24 Mei 1946. Dengan membawa pesan perlawanan terhadap yang batil, Misbach menjadi salah satu tokoh penting pada masa pergerakan.

0 komentar: