THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Rabu, 10 Oktober 2007

Shout Out Loud!

REFLEKSI DI BULAN SUCI

Tanggal 30 September merupakan tanggal bersejarah bagi bangsa Indonesia. Empat puluh dua tahun lalu, terjadi peristiwa luar biasa yang mengubah kehidupan di republik ini. Tepatnya tengah malam pukul 02.00, 1 Oktober 1965, peristiwa penculikan enam jenderal angkatan darat dari rumahnya, yang berakhir dengan kematian mereka di Lubang Buaya, esok paginya. Pelaku kejadian ini sesungguhnya belum diketahui. Di zaman Soeharto, pelaku yang selalu dikambinghitamkan adalah Partai Komunis Indonesia. Namun sejak Soeharto lengser dari tampuk kekuasannya, doktrin PKI sebagai pelaku utama, perlahan-lahan mulai surut. Diskursus terbuka tentang dalang kejadian, semakin mengemuka seiring kencangnya arus reformasi. Selain masalah pelaku, wacana tentang pembantaian massal ribuan orang yang dicurigai “terlibat” PKI mulai dimunculkan ke permukaan. Kasus ini, seperti sengaja dihilangkan dari buku-buku teks sejarah di sekolah-sekolah oleh rezim orde baru tanpa alasan yang jelas. Tidak ketinggalan pula, stigma jelek untuk keluarga para anggota PKI, masih ditambah diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan. Di bulan Ramadhan, pintu maaf, ampunan terbuka lebar bagi siapapun. Selayaknya mereka yang selama ini hidup dengan “perlakuan khusus” ini, diberi kesempatan untuk mengecap hidup normal, layaknya warga Indonesia kebanyakan. Tidak lagi perlu lagi ada diskriminasi, dan pengasingan. Mereka juga warga negara Indonesia biasa, dengan nasib buruk hasil stempel pemerintah orde baru. Momen Ramadhan, saat paling baik untuk memulai lagi langkah rekonsiliasi yang masih tersendat-sendat.

Reportase On the Street

PUNGLI, SI PENCURI REZEKI

Bulan Ramadhan adalah bulan yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam, khususnya para pencari rezeki.

Tak terkecuali pedagang makanan di sekitar Lembah UGM, yang menjajakan penganan untuk berbuka puasa. Yogyakarta, dengan dominasi mahasiswa, merupakan pasar paling potensial bagi para pedagang ini. Pedagang makanan mengaku omzetnya bisa berlipat, karena meningkatnya jumlah pengunjung saat bulan Ramadhan tiba. Seperti diungkapkan oleh Suroto, penjual sup buah di depan Fakultas Hukum UGM. Dia mengaku omzet dagangannya, naik hingga 50% ketimbang hari biasa. Tetapi, hal ini tidak dirasakan oleh pedagang baru. Eko, penjual batagor di seputar lembah, mengatakan semakin sulit meraih keuntungan. “Seringnya impas”, akunya. Ditengah situasi sulit ini, ternyata masih ada oknum preman yang beraksi saat Ramadhan. Pungutan liar masih merebak dikalangan pedagang, dengan dalih uang keamanan. Penarik uang keamanan biasanya merupakan oknum preman di sekitar lembah UGM. Jumlahnya bervariasi antara seribu hingga lima ribu rupiah. “Ya, biasalah. Uang keamanan untuk para preman di sekitar sini, sekitar tiga ribu rupiah,” ujar Suroto. Namun, pernyataan Suroto justru dibantah oleh Eko. Menurutnya, tidak ada uang keamanan, yang ada hanya uang kebersihan sebesar seribu rupiah. Meski jumlahnya tidak banyak, tetapi jika setiap hari pedagang dimintai uang minimal seribu hingga tiga ribu rupiah, maka para preman bisa mengantongi pendapatan sebesar 40 sampai 200 ribu perhari. Jumlah pedagang di sekitar Lembah, menurut Pak Eko, kurang lebih empat puluh orang. Para preman ini, biasanya berkeliling untuk menarik uang kepada para pedagang, lalu pergi begitu saja tanpa pertanggungjawaban “keamanan” atau ”kebersihan”.

Review Zaman Bergerak Chapter 7

BAB 7 ISLAMISME VERSUS KOMUNISME?

Setelah bab 6 dibahas tentang masalah perpecahan di tubuh CSI/PSI dengan PKI/SI Merah, pada bab 7 akan dibahas tentang zaman pergerakan pasca bebasnya Haji Muhammad Misbach. Misbach bebas dari penjara Pekalongan 22 Agustus 1922, dengan kebebasannya disambut meriah oleh harian seperti Penggugah, Islam Bergerak atau Medan Muslimin. Reputasi dan nama besar sebagai salah satu pemimpin besar Sarekat Hindia, selain Cipto, meresahkan kalangan residen Belanda di Surakarta. Residen lalu memberi “peringatan” agar Misbach tidak melakukan upaya-upaya subversif. Kembali ke medan pergerakan, situasi berubah drastis akibat dari percekcokan antara CSI dengan PKI, sementara Sarekat Hindia telah tiada. Misbach lalu mengambil sikap untuk mengamati situasi terlebih dahulu, sebelum kembali ke medan perjuangan. Para pengikut Misbach, anggota SH Surakarta terpecah menjadi dua sepeninggal Misbach. Pertama kelompok harian Penggugah, dan mubalig SATV yang mengintegrasikan diri ke dalam Muhammadiyah. Muhammadiyah-SATV pimpinan Muhtar Bahuri, lebih mengutamakan pada perjungan pemberdayaan masyarakat di bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan menjauhi bidang politik praktis. Perubahan sikap kalangan mubalig SATV ini dicela oleh Islam Bergerak karena sikap Muhammadiyah menghindari politik praktis, mencerminkan hilangnya keradikalan. Padahal baik Islam Bergerak, Muhammadiyah atau organisasi berbasis Islam lainnya sedang meredefinisikan kembali esensi perjuangan dengan kewajiban untuk berpolitik praktis atau tidak. Tapi media-media tidak menghentikan tekanannya kepada Muhammadiyah, menyebutnya M.D. (mundur dari) dan mencap Muhammadiyah mengkhianati perjuangan melawan kapitalisme dan imperialisme. Untuk mengatasi serangan-serangan frontal dari media, Muhammadiyah mengadakan kup dengan menangkapi para redaktur harian Medan Muslimin, Islam Bergerak. Tetapi kembalinya Misbach, berhasil merebut kembali kendali di kedua harian yang didirikannya itu. Serangan kepada MD makin frontal dengan penyebutan “munafik” oleh Misbach di kedua media itu. Kritik Misbach terus berlanjut, kali ini nama “tukang fitnah yang jauh lebih keji daripada kaum kapitalis/imperialis pimpinan Belanda”. Konfrontasi antara Misbach versus Muhammadiyah terus memuncak, dengan keengganan Misbach mengirim delegasi ke forum Al-Islam yang digagas oleh para pemimpin CSI/PSI, Cokroaminoto, dan Agus Salim. Melihat gelagat semakin tidak bersahabat, akhirnya anggota Muhammadiyah yang bergabung dengan Medan Muslimin dan Islam Bergerak memutuskan untuk keluar dari kedua media pimpinan Misbach. Dengan keluarnya para anggota Muhammadiyah, Misbach mengambil sikap untuk meninggalkan CSI/PSI pimpinan Cokro dan Agus Salim, lalu bergabung sebagai propagandis PKI/SI Merah di bawah komando Semaun dan Darsono. Segera setelah bergabung, Misbach lantang menyerang kaum CSI/PSI karena tidak tegas bersikap terhadap “setan” imperialis/kapitalis Belanda. Meski terlihat sangat radikal, tapi dalam kenyatannya ajaran Misbach untuk berjuang ini tidak terlalu membuat kehebohan seperti dulu. Hal ini dikarenakan pengawasan ketat dari pihak Belanda untuk memonitor semua gerak-gerik Misbach dan anak buahnya. Jadi Surakarta, meski Misbach telah kembali, tetap tenang-tenang saja. Keterbatasan gerak memang mempersempit langkah Misbach, tetapi segala sesuatu berubah drastis ketika dia mendekati para buruh VSTP yang bagai “rumput kering di musim panas”. Peristiwa penghancuran VSTP ditandai pemecatan massal buruh-buruh yang tergabung VSTP, membuat mereka sangat bersemangat mengikuti ajaran Misbach. Perusakan fasilitas umum oleh oknum misterius menjadi tanda tanya, karena Misbach telah mewanti-wanti untuk tidak melakukan anarki. Akhirnya PKI afdeeling Surakarta pimpinan Misbach berdiri, dan seperti diduga perkembangannya lambat karena pengawasan residen terhadap tokoh-tokohnya. Tidak habis akal, Misbach meluaskan tur propagandanya ke daerah Vorstenlanden, seperti Yogya, Madiun dll., sehingga sulit bagi residen untuk terus mengikuti jejaknya. Propaganda yang dilancarkan kepada para buruh VSTP sukses besar dan menjadikan dia pemimpin besar PKI di Vorstenlanden. Dominasi besar Misbach terhadap Surakarta dan Vorstenladen, justru meresahkan hoofdebestuur PKI di Batavia. Penyebabnya fundamental sekali, yaitu perbedaan ideologi antara Misbach dengan pimpinan pusat macam Darsono. Pemahaman tafsir Misbach terhadap komunisme yang merupakan bentuk fisabililah telah melintasi batas-batas keagamaan, khususnya Islam. Singkatnya Islam juga mengajarkan komunisme yaitu melawan setan-setan(imperialis Belanda) dan kaum munafik(CSI/PSI). Sedangkan Darsono penganut paham internasional Marxisme dan berpendapat masalah komunis murni tentang perjuangan buruh dan kelas sosial, serta konsep revolusi proletar. Walau berbeda pemahaman soal komunis, tidak ada yang dapat dilakukan hoofdebestuur di Batavia, mengingat Misbach semakin meluaskan pengaruhnya dari hari ke hari. Besarnya pengaruh Misbach menimbulkan multi-interpretasi tentang ajarannya. Muncullah perusakan-perusakan fasilitas umum, seperti lepasnya kereta dari relnya, pelemparan bom ke mobil-mobil dan gedung milik Belanda. Puncaknya ketika terjadi pembakaran dan pelemparan bom saat Sekaten. Pelaku dari semua anarki ini misterius, dan polisi tidak berani bertindak. Tapi residen langsung berkonspirasi untuk membuat teori pelakunya adalah Misbach, dan karena itu ia bisa dikenakan hukum dibuang ke luar Hindia, menurut pasal 47 Regeering Reglement. Meski belum jelas kebenarannya, akhirnya hanya Misbach seorang diri yang dikenai hukuman, yaitu dibuang ke Manokwari. Dibuangnya Misbach secara telak memukul pergerakan PKI di Surakarta, sehingga keberadaan PKI semakin tidak jelas, karena para pemimpinnya ditangkapi residen Belanda. Selama di Manokwari, Misbach rajin menulis soal pergulatan dialektikanya tentang komunis dan ajaran Islam. Tulisan-tulisannya tetap dimuat di Medan Muslimin yang tetap eksis. Semakin jelas kalau Misbach menemukan korelasi kuat antara Islam dan komunisme. Tapi, akibat dari penyakit malaria, akhirnya ia meninggal di Manokwari 24 Mei 1946. Dengan membawa pesan perlawanan terhadap yang batil, Misbach menjadi salah satu tokoh penting pada masa pergerakan.

Review Zaman Bergerak

BAB 6 : ZAMAN REAKSI DAN ZAMAN PARTAI

Kongres CSI (Central Sarekat Islam) tahun 1919 memiliki dampak besar pada perjuangan organisasi ini. Tarik-menarik kepentingan anatara kubu Cokroaminoto, Agus Salim, dan Suryopranoto dari SI (Sarekat Islam) Yogyakarta melawan kubu “merah” SI Semarang yang dipimpin oleh Semaun dan Darsono. Akar permasalahannya muncul saat Suwardi Suryaningrat, tokoh Indische Partij baru kembali dari Belanda. Dia memperkenalkan disiplin diri partai (partijtucht) sebagai sarana untuk memperjelas identitas dan perjuangan oraganisasi massa ini. Semua ormas, Budi Utomo, Insulinde mulai menerapkan displin partai karena banyak tokoh pergerakan merangkap jabatan di berbagai ormas sekaligus. Tetapi hal ini belum berlaku di SI dengan massa paling besar diantara ormas lainnya. Dukungan untuk Cokro semakin melemah dan popularitasnya surutkarena ditinggal para pendukungnya, sedangkan Semaun makin berjaya karena sukses memimpin pemogokan buruh pabrik gula. Muncullah PPKB (Persatuan Perserikatan Kaum Buruh) yang berdiri karena alasan politis. Agus Salim dari kaum putih/ SI Yogya ingin mengembalikan kredibilitas faksi Yogya dengan mengancam melakukan pemogokan umum. Tapi rupanya pihak pemerintah kolonial menyadari kalau ancaman ini didasari alasan politis belaka, dengan kepentingan intern SI didalamnya, hingga tidak membahas persoalan ekonomi lagi. Dugaan pemerintah kolonial rupanya tepat, dengan keputusan menaikkan gaji buruh pabrik gula, pemogokan tidak terjadi. Hilanglah kepercayaan buruh kepada PPKB karena merasa hanya dijadikan mainan. Tapi pihak CSI/SI Yogya tidak kehabisan akal, mereka kali ini memutuskan untuk membuang unsur merah/SI Semarang pimipinan Semaun dan Darsono, agar dapat mengontrol penuh CSI/SI. Usul ini mewujudkan diri dengan dalih disiplin partai, menyebut CSI bertujuan memurnikan ajaran Islam, karena itu faksi merah yang komunis di Semarang harus angkat kaki dari CSI. Tapi Darsono membalas, dengan menulis di hariannya, Cokro adalah seorang yang korup, dan para pembesar CSI tidak transparan dalam pengelolaan keungan organisasi. Saling serang antara faksi putih Yogya dengan pihak merah Semarang tidak terhindarkan lagi. Tapi dengan inisiatif bersama, akhirnya kedua pihak ini bersedia akur kembali dengan musuh bersama pemerintah kolonial Belanda. Tapi lagi-lagi CSI/SI bermain licik, dalam pertemuan membahas PPKB, pihak CSI/SI Yogya meminta diadakan restrukturisasi PPKB. Faksi Semaun, kaum merah/komunis dari SI Semarang, dengan besar hati meletakkan jabatannya sebagai ketua. Tetapi, kubu Agus Salim dan Suryopranoto (CSI/SI) menolak mundur dari kepengurusan PPKB,dengan alasan yang dibuat-buat. Hal ini membuat marah kubu Semaun, dengan cara esoknya mengadakan muktamar pendirian Revolutionare Vakcentralee. Pengangkatan Dirk Fock sebagai gubernur jendral baru membawa dampak besar terhadap perjuangan organisasi massa di Hindia. Sikapnya keras, dan tidak toleran terhadap bentuk-bentuk pemogokan kaum buruh. Kasus pemogokan PPPB dapat dijadikan contoh, pemogokan ini terjadi tanpa dikomando lantaran para pegawai pegadaian merasa keberatan harus mengangkut sendiri barang yang digadaikan, padahal upah mereka tidak seberapa. Muncullah pemogokan umum menuntut kenaikan upah, dengan PPPB sebagai koordianatornya. Aksi ini juga didukung oleh ormas lain seperti Budi Utomo dan Insulinde. Tapi pemerintah kolonial tidak mengindahkan tuntutan ini, dan langsung memecat ribuan buruh, sedang para pemimpin pemogokan seperti Tan Malaka dan Bergsma ditangkap lalu dibuang ke luar Hindia. Situasi ini memicu ketegangan hingga mencapai titik puncak di CSI. Apa yang harus dilakukan? Opsinya tinggal dua, terus melawan dengan jaminan pemerintah pasti menghancurkan segala macam perlawanan atau mundur dari arena pergerakan. Kubu CSI/SI Yogya memutuskan untuk berhenti melakukan perlawanan, sedang PKI (Persatuan Kommunist India)/SI Semarang pimpinan Semaun, Darsono, Tan Malaka, menjaga komitmen dengan meneruskan perlawanan. Kedua pihak SI ini lalu melakukan tur propaganda sendiri-sendiri, Cokro mendekati kaum putihan melalui Al-Islam,sedang Semaun tetap melalui serikat-serikat buruh. Keduanya berhasil menjalankan propagandanya. Merasa di atas angin, CSI/SI mengadakan kongres di Madiun 17-23 Februari 1923 untuk memproklamirkan berdirinya Partai Sarekat Islam, pimpinan H.O.S Cokroaminoto resmi berdiri dengan disiplin partai (partijtucht) membersihkan segala unsur komunis dari PSI. Pihak PKI menanggapi pendirian PSI dengan kongres di Batavia tahun 1924, dengan fakta bahwa PKI merupakan organisasi massa dengan jumlah anggota terbesar. Ditambah fakta, saat H.Misbach, pimpinan Insulinde dari kalangan Islam, kala bebas dai tahanan lebih memihak PKI, membuat PKI memutuskan rumusan baru dalam perjuangannya. Pendirian Partai Komunis Indonesia serta-merta disambut sukacita para pendukungnya. Partai ini adalah partai pertama yang menggunakan kata “Indonesia” sebagai nama partai. Pendirian PKI, sekaligus menjadi lonceng berakhirnya zaman reaksi dan zaman partai, karena terjadi peristiwa penting berikutnya, yaitu bebasnya pimpinan kharismatik Insulinde dari kalangan Islam merangkap pemilik harian terkemuka Medan Muslimin, H. Misbach.

Jumat, 21 September 2007

Turning Point

Sekarang jam sembilan kurang 3, berarti sekitar 4 jam lagi aku akan menghadapi salah satu dari turning point dalam hidupku, wawancara BEM! Doakan semoga berhasil, karena tampaknya hal ini benar-benar akan mengubah hidupku.